
Jakarta, EKSPOSKALTM - Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyampaikan permintaan maaf publik setelah foto dirinya bermain domino dengan mantan tersangka pembalakan liar Muhammad Aziz Wellang beredar. Permintaan maaf ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, Komisi IV DPR, dan masyarakat.
“Dari hati terdalam saya mohon maaf sebesar besarnya kepada Pak Presiden Prabowo, kepada Komisi IV DPR mitra saya, terutama kepada masyarakat Indonesia atas kericuhan yang terjadi, karena foto yang beredar tersebut,” kata Raja Juli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/9) dikutip dari Antara.
Raja Juli membantah mengenal dua orang yang bermain domino bersamanya, termasuk mantan Menteri P2MI Abdul Kadir Karding. Ia menjelaskan ia hanya singgah di posko Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) untuk berbincang hampir tiga jam dengan Karding. Saat hendak pulang, ia diajak ikut bermain domino. Menurutnya, ada 20–30 orang di posko saat itu.
“Jadi saya dari toilet mau pulang terus mereka (bilang) ‘main dulu’, mereka sedang main, Mas Karding ada di situ, dua orang berdiri dan saya duduk di sana, dan saya cuma main dua kali, setelah itu saya pulang, saya enggak tahu status teman main saya yang kiri dan kanan,” ujar Raja Juli.
Ia menegaskan kejadian itu menjadi pelajaran. “Saya berharap ini menjadi pelajaran bagi saya sebagai pejabat publik untuk lebih hati-hati, lebih aspiratif, lebih mampu membaca sensitivitas masyarakat,” tambahnya.
Sebagai latar, November 2024 Direktorat Jenderal Gakkum menetapkan tiga tersangka kasus pembalakan liar di Katingan, Kalteng. Penebangan diduga terjadi di luar areal izin konsesi PT ABL seluas 11.580 hektare. Volume kayu diperkirakan 1.819 m³ dengan kerugian negara sekitar Rp2,72 miliar. Tersangka yang disebutkan antara lain MAW (61), yakni Muhammad Aziz Wellang, serta DK (56) dan HT selaku kontraktor PT GBP. Aziz mengajukan praperadilan; pada 9 Desember 2024 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan penetapan tersangka.
Peristiwa ini memicu kritik soal etika pejabat publik. Foto yang tampak sepele berubah menjadi soal sensitivitas dan akuntabilitas. Bagi publik, momen kecil itu menegaskan bahwa pejabat harus lebih berhati-hati memilih lingkungan sosialnya, terutama ketika nama dan rekam jejak narasumber masih kontroversial.
Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !