Samarinda, EKSPOSKALTIM – Ratusan warga mendatangi Mapolres Kutai Kartanegara (Kukar), Senin (25/8). Massa menuntut keadilan atas konflik lahan dengan PT Budi Duta Agro Makmur (BDAM) di Jahab yang dinilai sarat kriminalisasi dan arogansi aparat.
Tokoh adat Dayak, Mei Christy, menyebut kasus Jahab bukan sekadar sengketa lahan, melainkan potret buruk kesewenang-wenangan polisi terhadap masyarakat adat.
“Agustus tahun lalu, saat di rumah salah satu kelompok tani, kami mengalami tindakan represif dari aparat. Suara perlawanan kami dibungkam lewat intimidasi. Pemerintah Kukar pun tutup mata. Semua laporan kami tidak digubris,” kata Mei kepada EKSPOSKALTIM.
Ia mengungkap temuan dugaan kriminalisasi terkait Hak Guna Usaha (HGU) PT BDAM yang sudah mati dan berubah menjadi tambang batu bara ilegal. Bahkan, menurutnya, warga yang sudah meninggal pun masih dikirimi surat pemanggilan polisi.
“Begitu banyak warga dikriminalisasi. Sampai kapan kita anggap ini hal biasa?” tegas Mei.
Aksi itu diikuti sekitar 500 orang. Sebagian melakukan audiensi dengan Kapolda Kaltim dan jajaran Polres Kukar di aula, sementara lainnya berorasi di halaman Mako Polres.
“Kapolda tadi hadir. Jumlah massa sekitar 500 orang lebih. Responnya, semua aspirasi warga akan ditampung,” ujar Mei.
Warga menilai konflik Jahab juga memperlihatkan bagaimana aparat memperlakukan kritik. Perseteruan antara Anggota DPD RI Yulianur Henock dan Kapolres Kukar sebelumnya disebut sebagai bukti arogansi.
“Selevel lembaga tinggi negara saja diinjak, apalagi kami rakyat biasa yang bertaruh nyawa untuk hak kami,” tambah Mei.
Masyarakat menegaskan, pergantian Kapolres saja tidak cukup. Akar masalah ada pada penyelesaian kasus Jahab yang dibiarkan berlarut hingga memicu konflik terbuka.
“Ini bukan soal ganti Kapolres. Pemicunya jelas: kasus Jahab yang sejak lama tak selesai,” ucap Mei.
Ia menambahkan, perlawanan ini juga mewakili kasus lain yang menimpa masyarakat adat, seperti di Muara Kate, Ritan, Lintu Ingau Kutai Barat, hingga Telemow di kawasan IKN.
Dalam aksi tersebut, masyarakat menuntut SP3 atas warga yang dikriminalisasi PT BDAM, serta menuntut denda adat: 1.000 babi, 1.000 kerbau, 1.000 tajau, dan permintaan maaf terbuka mantan Kapolres Kukar Dody Surya Putra kepada masyarakat Dayak, khususnya kepada anggota DPD RI yang dihina.
Sementara itu, Panglima Besar Laskar Mandau Adat Kalimantan Bersatu, Rudolf, menyebut konflik BDAM sudah berlangsung empat dekade tanpa penyelesaian.
“Masalah BDAM ini sudah viral dan berlangsung 40 tahun di Kukar. Tidak ada titik temu sama sekali,” tegasnya.
Ia menekankan masyarakat tidak anti-investasi, tapi menolak praktik yang merugikan rakyat. “Silakan investor masuk. Tapi harus taat aturan,” lanjutnya.
Menanggapi hal itu, Kapolres Kukar AKBP Khairul Basyar menyatakan semua laporan masyarakat akan ditindaklanjuti.
“Permasalahan sudah disampaikan ke kami. Nantinya saya akan memimpin langsung proses pengaduan yang masuk. Semua akan dibahas secara menyeluruh,” ujarnya.
Kasus ini, kata Kapolres, tidak berhenti di tingkat kabupaten. “Sesuai arahan Kapolda, akan ditangani juga di tingkat lebih tinggi. Amanah dari Kapolda dan Kapolri akan kami jalankan demi kepentingan masyarakat Kukar,” tutupnya.








Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !