23 Oktober 2025
  • PORTAL BERITA ONLINE
  • NEWS AND ENTERTAINTMENT ONLINE
  • BERANI BEDA..!!
  • MENGEKSPOS KALIMANTAN & TIMUR INDONESIA

Aktivis Kepung Kedubes Jepang dan Korsel: Setop Deforestasi Akibat Ekspor Wood Pellet Indonesia


Aktivis Kepung Kedubes Jepang dan Korsel: Setop Deforestasi Akibat Ekspor Wood Pellet Indonesia
Sejumlah aktivis lingkungan menyuarakan aspirasi mengenai kerusakan imbas ekspor pelet kayu dari Indonesia. Foto: Forest Watch Indonesia

Jakarta, EKSPOSKALTIM — Sejumlah aktivis lingkungan dari berbagai organisasi masyarakat sipil menggelar aksi damai di depan Kedutaan Besar Jepang dan Korea Selatan di Jakarta, Senin (20/10/2025). Mereka menuntut kedua negara menghentikan impor pelet kayu (wood pellet) dari Indonesia yang dinilai mempercepat deforestasi dan bertentangan dengan prinsip keadilan iklim.

“Hutan Indonesia bukan bahan bakar kalian, wahai warga Jepang dan Korea. Setop impor wood pellet dari Indonesia dan hentikan pengrusakan hutan di negara Indonesia,” tegas Koordinator Aksi Forest Watch Indonesia (FWI), Tsabit Khairul Auni, di depan Kedubes Jepang, Jalan MH Thamrin, Jakarta.

Dalam lima tahun terakhir, Jepang dan Korea Selatan terus meningkatkan impor wood pellet dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sebagai bagian dari strategi transisi energi. Langkah itu justru memperparah kerusakan hutan, degradasi lingkungan, dan pelepasan emisi karbon dalam skala besar.

Indonesia, sebagai negara dengan hutan tropis terluas ketiga di dunia dan keanekaragaman hayati tertinggi, dinilai tidak seharusnya menjadi korban dari kebijakan energi dua negara industri itu. “Pemanfaatan wood pellet biomassa oleh Jepang dan Korea Selatan yang berasal dari Indonesia sudah keluar dari prinsip transisi energi berkeadilan,” lanjut Tsabit.

Salah satu kasus ekspor mencurigakan sempat terungkap pada Agustus 2024, ketika Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI menggagalkan pengiriman 10.545 metrik ton wood pellet ilegal yang diangkut kapal MV Lakas berbendera Filipina. Kapal itu tidak memiliki dokumen penting seperti Certificate of Analysis, Certificate of Origin, dan Shipper Declaration. Penangkapan dilakukan berdasarkan laporan FWI, dibantu Zona Bakamla Tengah, Pangkalan TNI AL Gorontalo, dan warga setempat.

Tsabit menilai aksi kali ini menjadi peringatan keras bagi Jepang dan Korea Selatan yang dianggap berperan dalam penghancuran hutan alam tersisa di Indonesia. Sejak 1980-an, kerja sama proyek biomassa antara Indonesia dan Jepang telah berjalan, diperkuat lagi oleh kebijakan co-firing biomassa di 52 PLTU batubara yang diluncurkan Kementerian ESDM dan PLN pada 2020.

Sejumlah perusahaan Jepang seperti Mitsubishi Heavy Industries, Sumitomo Heavy Industries (SHI), dan Ishikawajima-Harima Heavy Industries (IHI) turut mendorong proyek co-firing biomassa di Indonesia. Dukungan finansial datang dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan Nippon Export and Investment Insurance (NEXI). Nilai investasi dan kesepakatan impor mencapai triliunan rupiah, termasuk rencana Tokuyama Industry membangun pembangkit biomassa di Mukomuko, Bengkulu.

“Hasil investigasi kami menunjukkan lebih dari 80 persen impor wood pellet oleh Jepang dan Korea Selatan berasal dari deforestasi hutan alam, bukan dari hasil rehabilitasi,” kata Juru Kampanye FWI, Anggi Putra Prayoga.

Ia menambahkan, kebijakan energi kedua negara itu bersifat tidak adil. “Di negara pengimpor, emisinya dihitung nol atau mendekati nol. Sementara di Indonesia, hutan ditebang dan emisi meningkat,” ujarnya.

Aksi serupa juga digelar secara serentak di berbagai negara — dari Asia Timur, Eropa, hingga Amerika Latin — bertepatan dengan International Day of Action Biomass pada 21 Oktober. Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Biomass Action Network (BAN) menyerukan penghentian praktik perusakan hutan atas nama transisi energi.

Satrio Manggala dari Biomass Action Network menyebut kampanye ini sebagai bagian dari solidaritas global melawan kolonialisme iklim. “Kami menuntut agar kedua negara segera menghentikan praktik ini dan beralih pada energi terbarukan yang benar-benar bersih,” ujarnya.

Para aktivis menegaskan tiga tuntutan utama.

Kepada Pemerintah Jepang dan Korea Selatan untuk menghentikan impor wood pellet dari Indonesia serta mencabut subsidi energi berbasis biomassa.

Kepada Kementerian ESDM dan Kementerian Kehutanan agar mengeluarkan biomassa dari agenda transisi energi, menghentikan izin ekspor wood pellet dari hutan alam, dan memperkuat perlindungan masyarakat adat.

Kepada publik internasional agar tidak terjebak pada narasi palsu bahwa biomassa kayu adalah energi hijau, dan mendukung transisi energi yang benar-benar berkeadilan.

“Pemanfaatan wood pellet di Jepang dan Korea Selatan bukan solusi energi bersih, melainkan bentuk kolonialisme iklim yang mengorbankan hutan Indonesia,” tegas Satrio.

Ia menutup dengan peringatan, “Jika biomassa terus dimanfaatkan sebagai sumber energi, kita sedang menjerumuskan dunia ke jurang krisis iklim yang semakin nyata.”

Reporter : Tim Redaksi    Editor : Maulana

Apa Reaksi Anda ?

0%0%0%0%0%0%0%0%


Comments

comments


Komentar: 0