.jpg)
Samarinda, EKSPOSKALTIM - Suara itu tak pernah berhenti, mengalun lembut di Desa Tepian Terap, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Bukan deru mesin diesel yang memekakkan telinga, melainkan dengung halus dari bangunan kecil di tepi Sungai Jiwata.
Dengung yang merambat ke seluruh desa itu berasal dari turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), yang mengubah derasnya arus sungai menjadi cahaya dan kehidupan.
"Inilah sungai yang betul-betul mengalirkan cahaya dalam kehidupan kami," kata Rahman, Senin (20/10/2025).
Dari kedai kopi miliknya, bohlam 10 watt menggantung di langit-langit bambu, menerangi papan catur dan wajah-wajah yang larut dalam percakapan. Di rumah-rumah panggung, ibu-ibu bisa menyelesaikan pesanan kue hingga malam, sementara anak-anak belajar tanpa bergantung pada cahaya pelita.
Listrik yang menyala 24 jam ini adalah kemewahan sederhana, hasil dari kemandirian yang lahir dari keterpaksaan.
Terpencil di seberang teluk Sangkulirang, sekitar 154 kilometer atau empat jam perjalanan dari Sangatta, Desa Tepian Terap dengan 1.300 jiwa lama menjadi titik buta dalam peta elektrifikasi nasional.
Janji tentang tiang-tiang listrik PLN selama puluhan tahun tak pernah benar-benar tiba. Dalam keterasingan itu, warga tak menyerah. Mereka memegang filosofi yang mereka pelajari dari alam: hidup seperti air yang mengalir, mencari jalan keluar, seberapa pun sempit celahnya.
Sungai Jiwata, yang selama ini hanya jadi sumber air dan jalur transportasi, mereka pandang ulang. Di dalam arusnya, mereka melihat sumber energi yang bisa membebaskan.
Kepala Desa Eko Sutrisno menyebut, kemandirian listrik desa melahirkan setidaknya 33 usaha mikro baru. Dari toko kelontong yang kini bisa menjual es batu, bengkel motor yang tetap buka malam hari, hingga usaha kue dan pertukangan yang kini memanfaatkan alat listrik.
“Listrik dari sungai telah mengubah Tepian Terap dari desa yang terisolasi menjadi ekosistem ekonomi kecil yang berdenyut,” kata Eko.
Turbin yang Menggerakkan Ekonomi
Upaya pertama dimulai tahun 2013. Dengan dana PNPM dan gotong royong, warga membangun pembangkit sederhana menggunakan kincir air untuk memutar generator.
Lampu-lampu sempat menyala, harapan pun tumbuh. Namun musim hujan datang, dan arus Sungai Jiwata yang meluap menghancurkan kincir air mereka. Desa kembali gelap selama setahun.
"Setelah satu tahun kincir air rusak, kami tidak menyerah," kenang Eko.
Kegagalan itu menjadi pelajaran berharga. Tahun 2015, lewat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang baru dibentuk, mereka membeli turbin PLTMH yang lebih modern dan tahan banting.
"Inilah titik balik sesungguhnya. Sejak turbin itu dipasang, detak jantung desa mulai berdenyut stabil," ujarnya.
BUMDes Jiwata Energi Tepian Terap kini mengelola sistem kelistrikan itu secara profesional. Kabel sepanjang tiga kilometer ditarik dari rumah turbin, melintasi kebun dan jalan desa. Tiang-tiang kayu ditancapkan oleh warga sendiri, menyalurkan listrik ke lebih dari 200 rumah.
“Untuk meteran listrik, kami sediakan gratis. Warga cukup bayar iuran bulanan,” jelas Anwar, Direktur BUMDes Jiwata Energi Tepian Terap.
Iuran warga berkisar Rp100 ribu hingga Rp400 ribu per bulan, tergantung daya yang dipakai, jauh lebih murah dibanding biaya bahan bakar mesin genset pribadi.
Dari iuran itu, BUMDes mampu menggaji teknisi Rp5 juta per bulan dan menanggung biaya perawatan turbin. Listrik stabil 24 jam pun menjadi katalisator ekonomi warga.
Menjaga Kemandirian di Tengah Perubahan
Hampir satu dekade berjalan, PLTMH Jiwata mulai menunjukkan usianya. Kebutuhan listrik meningkat, sementara turbin berdaya 100 kilovolt ampere (kVA) kerap kelebihan beban.
Kini, kabar baru datang: PLN akan segera masuk ke Tepian Terap.
Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman memastikan, akhir tahun ini ada 13 desa yang disalurkan listrik, termasuk Tepian Terap.
“Desa yang selama puluhan tahun berjuang sendiri kini masuk dalam daftar prioritas,” ujarnya.
Team Leader Perencanaan Listrik Perdesaan PT PLN Wilayah Kaltim, Agus Rudianto, mengonfirmasi bahwa dari 141 desa di Kutim, masih ada 26 yang belum teraliri listrik, dan Tepian Terap salah satunya.
"Iya, salah satu yang siap dialiri listrik adalah Desa Tepian Terap. Tinggal menunggu pembebasan lahan untuk pemasangan tiang," katanya.
Kabar itu disambut gembira sekaligus waswas. PLN membawa kapasitas lebih besar dan stabil, tapi warga khawatir PLTMH—simbol kemandirian desa—akan terpinggirkan.
Namun Anwar memastikan, PLTMH tidak akan padam.
“Kalau PLN masuk, kami tetap jalan. Masih banyak warga yang memilih listrik kami karena lebih murah,” katanya.
Secara logis, PLTMH masih bisa menjadi sumber listrik alternatif untuk kebutuhan kecil atau fasilitas umum. BUMDes Jiwata Energi kini mencari cara agar turbin di tepi sungai tetap berputar dan relevan.
Kisah Tepian Terap adalah potret perjuangan komunitas pedalaman Indonesia: mereka tak menunggu bantuan datang, tapi menciptakan cahaya dari apa yang ada di sekitar.
Dengan filosofi air, mereka mengubah aliran sungai menjadi arus listrik—menyalakan ekonomi, kehidupan, dan harapan di tengah hutan Borneo.
Apapun yang terjadi nanti, dengung dari rumah turbin di Sungai Jiwata akan selalu menjadi simbol bahwa dalam keterbatasan, ada jalan bagi yang mau berusaha.
Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !