EKSPOSKALTIM - Sejarawan Kalimantan Timur, Muhammad Sarip, dalam bukunya Histori Kutai: Peradaban Nusantara di Timur Kalimantan dari Zaman Mulawarman hingga Era Republik, mengisahkan kepahlawanan Sultan Aji Muhammad Idris, pemimpin pertama Kesultanan Kutai.
Perubahan dari kerajaan menjadi kesultanan menandai era baru bagi Kutai, sebuah peralihan ke bentuk monarki yang lebih religius dengan nuansa Islam. "Gelar sultan lebih menekankan bentuk monarki yang bernuansa religiositas Islam," ujar Sarip.
Sultan Aji Muhammad Idris naik takhta setelah wafatnya sang ayah, Pangeran Anum Panji Mendapa Ing Martapura, pada tahun 1732. Saat itu, ibu kota Kerajaan Kutai berada di Jembayan.
Selain sebagai pemimpin, Sultan Aji Muhammad Idris juga dikenal sebagai pejuang tangguh. Ia memiliki hubungan kekerabatan erat dengan Kerajaan Paser dan Wajo melalui pernikahannya dengan cucu Raja Paser. Hal ini menghubungkannya dengan Arung Singkang, Raja Wajo, atau yang dikenal sebagai La Maddukelleng.
Sebagai pejuang, Sultan Idris turut membantu La Maddukelleng dalam perang melawan VOC di Selat Makassar dan Pulau Sulawesi, khususnya di tanah Wajo. Namun, perjuangannya berakhir tragis. Ia gugur akibat luka parah saat bertempur dan dimakamkan di Wajo.
Terdapat beberapa versi mengenai penyebab kematiannya. Ada yang menyebutkan ia terkena serangan serdadu VOC, sementara versi lain menyatakan ia terperosok ke dalam lubang jebakan.
Misteri seputar kematiannya masih menjadi perdebatan. Ada yang menuding saudaranya, Aji Kidok, sebagai dalang jebakan tersebut, sementara versi lain menyebut sekelompok orang yang tidak menyukai kehadiran Sultan Idris di Wajo. Namun, Aji Bambang Imbran, kerabat Kesultanan Kutai dan pemerhati sejarah Kutai, menolak tudingan terhadap Aji Kidok. Menurutnya, Aji Kidok justru bertugas sebagai pemangku sultan karena Aji Imbut, penerus takhta, masih terlalu muda.
Pengakuan terhadap jasa besar Sultan Aji Muhammad Idris telah lama diperjuangkan. Sejak tahun 1999, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mulai mewacanakan pengajuan gelar kepahlawanan baginya. Wacana ini semakin menguat setelah Sultan Wajo, La Maddukelleng—yang memiliki hubungan erat dengan Sultan Idris—dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Setelah melalui proses panjang dan penelitian mendalam, pada 10 November 2021, Presiden Joko Widodo resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Aji Muhammad Idris, mengukuhkan namanya sebagai salah satu pejuang besar dalam sejarah Nusantara. (Antara)

