EKSPOSKALTIM.COM, Balikpapan - Perkembangan anak sangat bergantung pada pola asuh yang diterapkan. Era teknologi yang paling nyata menjadi ancaman saat ini.
Contoh buruk, orangtua masa kini cenderung menelantarkan anak karena sibuk dengan gadget atau perangkat digital. Perhatian dan komunikasi aktif praktis berkurang. Konselor Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kurnia Rizky mengatakan, komunikasi verbal diperlukan.
“Pola asuh mempengaruhi kualitas generasi berikutnya. Ini dibentuk orangtua. Yang menjadi perhatian, banyak kasus anak yang menjadi korban,” kata Nia, sapaannya saat gathering Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kaltim dengan awak media, Sabtu (29/7) lalu.
Keberadaan gadget dipandang merusak pola komunikasi dan asuh jika tidak digunakan dengan baik. Yang juga menjadi perhatian, kata dia, kekerasan dan pelecehan seksual pada anak yang masih marak terjadi.
Keluarga sebagai lembaga utama memberikan edukasi kerap lalai karena komunikasi yang buruk.
“Anak sering jadi korban karena minim perhatian dan kasih sayang. Keluarga harusnya menjadi zona paling aman untuk setiap anggota keluarga,” ujarnya.
Kepala BKKBN Kaltim Eli Kusnaeli mengatakan, kualitas hubungan dalam keluarga menjadi poin penting. Kualitas dicapai dengan memperhatikan kuantitas, jumlah anggota keluarga.
Awal 70-an, pemerintah sudah mengatur ini dengan program Keluarga Berencana (KB). Hal ini dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dari kelahiran. Saat itu, berdasarkan survei rata-rata jumlah anak dalam satu keluarga 5,6.
Kata Eli, setiap orang wajib mendapatkan fasilitas baik pendidikan, kesehatan, dan lainnya sebagai bentuk kesejahteraan penduduk.
“Itulah tantangan kualitas penduduk. Kalau ini diwujudkan, setiap keluarga mempunyai kesempatan mewujudkan keluarga berkualitas,” terangnya.
Penduduk Kaltim 2015 lalu tercatat 3,4 juta jiwa. Tahun ini, naik menjadi 3,6 juta jiwa. Setiap tahun, penduduk Kaltim bertambah 59 ribu jiwa atau 5.000 orang per bulan dari migrasi dan kelahiran.
Laju pertumbuhan ini disebut Eli lebih tinggi dari rata-rata nasional. Kaltim tumbuh 2,4 persen dan nasional 1,4 persen per tahun.
Namun jika diukur dari rata-rata jumlah anak yang dilahirkan, kata dia, Kaltim hanya terpaut tipis, yakni 2,61 persen dan nasional 2,60 persen.
“Idealnya 2,1 persen. Itulah kenapa kita harus kerja kera untuk memperjuangkan keluarga kecil sejahtera, dua anak cukup,” tambahnya.
Lanjut Eli, kondisi ini harus diantisipasi dengan kualitas hubungan di dalam keluarga. Untuk mencapai itu harus memperhatikan empat pendekatan.
Yakni, keluarga harus memiliki waktu yang cukup untuk berkumpul. Lalu, ajang berkumpul diisi dengan komunikasi langsung. Baik antar orantua maupun dengan anak.
Jika dua hal ini sudah menjadi rutinitas maka keluarga akan berdaya secara psikologi dan ekonomi.
“Jika kualitas dalam keluarga terwujud dengan tiga pendekatan tersebut. Maka, poin terakhir dilengkapi dengan saling peduli dan berbagi dengan keluarga lain. Dari 108 keluarga, kita mencatat ada 8 keluarga yang memerlukan bantuan. Ini yang akan membentuk keluarga-keluarga berkualitas di sekitar kita,” ulasnya.








Untuk mengirim komentar, silahkan login atau registrasi terlebih dahulu !